Rabu, 30 Maret 2011

CARA KREATIF ORANGTUA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK USIA DINI SESUAI TAHAP PERKEMBANGAN



A.          Latar Belakang
Perkembangan jaman yang menuju ke arah globalisasi dalam segala bidang tentunya sangat berpengaruh pada perilaku dan pola pikir anak usia pra sekolah (usia dini). Anak usia dini disebut sebagai masa keemasan yakni sebagai penentuan kepribadian anak dikemudian hari. Pada umumnya, sifat dan kepribadian anak di masa dewasa pada umumnya adalah pembentukan tabiat dan pendidikan yang telah diberikan terutama pada usia dini. Demikian juga halnya di masyarakat, kekeliruan anak belajar di lingkungan masyarakat akan berdampak luas terhadap pola perilaku anak dikemudian hari. Walaupun tidak secara langsung masyarakat memberikan pelajaran pada anak, tetapi anak memperoleh pembelajaran melalui proses meniru (modelling), mengamati (observe), dan mendengarkan (listening).
Pada usia dini ini, otak anak bagaikan spon yang dapat menyerap cairan. Agar dapat menyerap suatu cairan, tentunya harus ditempatkan dalam air. Air inilah yang diumpamakan sebagai pengalaman. Dan disinilah peranan orang tua atau orang yang berada di lingkungan terdekat anak yang bertugas memberikan pengalaman kepada anak-anak danmenenalkan mereka pada aktivitas yang diminatinya. Apabila sejak bayi anak sudah distimulasi dengan berbagai rangsangan, otak kecilnya pun akan menyerap.
Banyak masyarakat yang telah mendirikan sekolah untuk anak usia dini yang bermodal dari ketelatenan dan pengetahuan yang terbatas tentang mendidik anak. Sehingga hasil yang mereka wujudkan adalah anak-anak yang berkembang sesuai dengan kebutuhan pendidik orang dewasa, yaitu anak usia dini harus bisa cepat membaca, menulis, dan menurut apa kata orang tua. Semua orang tua pasti menginginkan anak-anaknya mendapatkan dan menjadi yang terbaik. Dengan mengetahui dan memahami cara belajar serta tahapan-tahapan perkembangan anak, kita bisa memberi mereka banyak pengalaman dan aktivitas di rumahyang sesuai untuk membantu perkembangan potensi anak secara maksimal.
Pada kenyataannya, beberapa anak dapat berkembang dan melangkah lebih cepat ke tahap berikutnya. Namun ada juga anak yang membutuhkan waktu yang lebih lama dalam tahapn tertentu. Tetapi hal ini tidak selalu mencerminkan tinggi rendahnya kecerdasan mereka. Mereka mungkin memiliki kepribadian yang membutukan pergerakan yang lebih lambat guna menikmati kehidupan dan menginternalisasi secara mendalam proses mereka. Anak yang mendapat perlakuan yang tidak tepat akan tumbuh dan berkembang kurang optimal yang akan mempengaruhi kualitas dirinya kelak di kemudian hari.
Pesatnya perkembangan zaman dan teknologi yang terjadi saat ini menyebabkan banyaknya tuntutan pada anak. Banyak anak yang menjadi korban karena tuntutan yang tidak sesuai dengan tahap perkembangannya. Orang tua mengingikan anak-anaknya mendapatkan dan menjadi yang terbaik. Namun, pengaruh dari lingkungan sekitar membuat orang tua memaksakan tumbuh kembang anak. Dan hal inilah yang menjadikan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh anaktidak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Kemampuan pertumbuhan dan perkembangan anak hanya terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Seharusnya pada masa usia dini inilah terjadi perkembangan otak yang akan menjadi modal untuk tahapan selanjutnya. Pada masa ini, stimulasi sangat penting bagi optimalisasi fungsi organ tubuh sekaligus mendorong perkembangan otak. Apabila seorang anak menerima rangsangan setelah masa golden age ini lewat, maka perkembangan otak anak kurang optimal.
Lingkungan yang terdekat dengan anak adalah lingkungan keluarga. Peran keluarga tidak terlepas dalam membantu perkembangan dan pertumbuhan anak. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan tumbuh kembang anak yang pertama. Dalam keluarga inilah anak mendapatkan didikan dan bimbingan pertama kali. Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga adalah peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Yang menjadi permasalahan saat ini adalah bagaimana cara kreatif orang tua dalam meningkatkan kemampuan anak usia dini sesuai tahap perkembangannya.
B.           Pembahasan / Solusi Permasalahan
1.        Perkembangan anak usia dini
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan anak usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan pengetahuan tentang PAUD. Ada pandangan awam yang menganggap bahwa PAUD tidak memerlukan profesoinalisme. Pandangan tersebut adalah keliru.
Apabila PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka para ibu perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran anak.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam hubungan dengan PAUD, yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non linier, menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif.
Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi, alasan utama yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena orang tua bekerja di luar rumah. Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan interdependensi antara orang tua dan guru yang terus dilakukan agar penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan dengan cara orang tua dapat memahami perkembangan anak dan kemampuan dasar minimal yang dimiliki anak. Orang tua dapat mengembangkan multiple intelligence yang ada pada anak seperti musikal, kinestetik tubuh, logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal, dan intrapersonal.

2.       Peran orang tua dalam pendidikan anak usia dini
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atu tidak untuk menjadi orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah anak dalam hal kehidupan dan pada akhirnya mau atau tidak kita dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan hal yang mudah. Dunia yang penuh warna, indah, mudah, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban, dan penuh kejutan. Dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak, namun dalam kepemilikannya banyak bergantung pada peranan orang tua.
Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak-anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang kehidupan mereka, maka akan membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun mendatang. Pada tahun itulah mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk kedalam kemandirian penuh, masuk dalam dunia mereka yang independen yang sudah seharusnya terlepas penuh dari orang tua dan mereka dapat mengambil keputusan sendiri. Disinilah peran orang tua itu sudah sangat berkurang dan sbagai orang tua, kita hanya dapat melihat buah hasil didikan kita, tanpa dapat melakukan perubahan.

3.       Peran orang tua dalam mengembangkan kreatifitas anak
Di dalam dunia pendidikan tidak ada istilah anak nakal, yang ada anak kreatif. Kreatifitas anak bukanlah produk instan, melainkan proses pembelajaran yang terus-menerus dan dimulai sedini mungkin. Peran orang tua dalam hal ini sangatlah besar. Orang tua harus memahami apa yag menjadi kelebihan dan kekurangan anak.
Kreatifitas bukan bergantung pada IQ. Anak yang tidak cerdas (rendah-IQ nya) bukan berarti tidak kreatif. Anak kreatif bukan anak nakal melainkan anak kreatif lebih cenderung untuk fleksibel dalam mematuhi aturan.
Anak kreatif tumbuh dalam lingkungan yang merawat tetapi tidak membatasi, merangsang tetapi tidak mendikte, responsif tetapi tidak mengontrol, mendukung kemandirian tetapi tidak menuntut dan mmberi kebebasan tetapi tidak mengabaikan serta mengajarkan nilai dan aturan tetapi tidak menuntut kepatuhan buta.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan orang tua untuk memacu anak menjadi kreatif:
  1. Action Learning, anak melakukan sesuatu secara mandiri. Orang tua atau guru berfungsi sebagai fasilitator.
  2. Permainan yang merupakan simulasi dari seluruh kemampuan anak (kognitif, emosi, sosial, dan fisik).
  3. Eksplorasi, menggunakan seluruh sarana yang ada di lingkungan keseharian anak sebagai media.
  4. Mengajak anak berdiskusi atau meminta saran mereka tentang suatu permasalahan atau pemecahannya.
  5. Teladan, orang tua dan guru memberi contoh perilaku kreatif.

4.      Cara Kreatif orang tua dalam menumbuhkan minat membaca dan menulis pada anak usia dini
Pendidikan dasar saat ini, menuntut anak yang lulus dari taman kanak-kanak untuk dapat membaca dan menulis. Di satu sisi ada orang tua yang mengajarkan dan menuntun anak secara telaten untuk mengenal huruf, merangkai kata, sampai membuat kalimat, dan membacanya. Namun disisi lain ada orang tua yang ingin secara instan anaknya bisa menguasai semua itu dalam waktu singkat. Cara instan yang dilakukan salah satunya adalah meminta anak usia dini tersebut mengikuti les.
Hal ini bukanlah rahasia umum lagi dalam dunia pendidikan. Banyaknya kegiatan les diharapkan dapat membantu anak untuk menguasai semua pelajaran yang akan ia dapat. Les bukan tujuan yang salah, namun kita juga melihat sebatas mana kemampuan seorang anak mengikuti les tersebut.
Pada anak usia dini, kegiatan les lebih baik dihindarkan dulu. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kejenuhan pada anak nantinya. Orang tua dapat memberikan les itu sendiri di rumah, dengan cara-cara kreatif yang dimiliki. Banyak hal yang dapat dilakukan orang tua, terutama untuk mengajarkan pada anak usia dini dalam hal membaca dan menulis.
Dalam hal membaca, orang tua dapat menggunakan metode Mind Maping  (dasar-dasar pemetaan pikiran). Mind Maping ini dapat merangsang kedua belahan otak anak secara cepat dan tepat. Pada peta pemikiran tidak hanya huruf dan kata-kata yang ditampilkan, melainkan juga unsur gambar serta warna. Di saat anak sedang membaca peta pikiran tersebut, mata anak akan merekam gambar dan warna yang ada, sehingga terjadilah sinergi pada otak anak.
Strategi yang dapat digunakan orang tua dalam menggunakan metode Mind Maping ini diantaranya:
  1. Citra (image atau gambar) yang mudah diingat anak.
  2. Gunakan tampilan yang menarik (pola Mind Maping serta permainan warna).
  3. Lakukan latihan terlebih dahulu.
  4. Bila melibatkan anak dalam proses pembuatan Mind Maping, sebaiknya kita bersabar, agar tidak memaksakan persepsi kita agar imajinasi dan kreatifitas anak berkembang dan anak dapat lebih menikmati aktifitas belajar membaca.
  5.  Berikan motivasi dengan menyampaikan padanya bahwa bila ia bisa dan pintar membaca, maka ia akan dapat mengetahui segala sesuatu.
  6. Memberikan dukungan mental dengan berbagai motto sukses seperti memegang prinsip “AKU BISA”.
  7. Mengajak anak untuk bersikap ikhlas dan bekerja dengan cinta
Bagaimana dengan menulis? Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan orang tua dalam menumbukan minat menulis pada anak usia dini.
  1. Menumbuhkan kemampuan imajinasi anak, dengan menceritakan beberapa cerita pendek yang mudah dicerna oleh mereka. Cerita ini haruslah cerita bergambar, dengan harapan mereka dapat mencerna makna yang disampaikan dalam cerita tersebut.
  2. Membiasakan untuk membaca.
  3. Membiasakan meresume cerita yang telah ada.
  4. Membiasakan membuat cerita bebas. Pada tahap ini anak diharapkan dapat berimajinasi dengan pikiranya. Dia akan lebih mudah menuliskan apa yang sedang dia pikirkan saat itu.
  5.  Mempublikasikan. Setelah anak menulis atau membuat suatu cerita, tempellah karya anak, dikamar ruang tamu, atau di mana saja, sehingga memotivasi anak untuk terus berlatih.

C.           Kesimpulan
Berdasarkan hal yang sudah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangatlah penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan keluarga menjadi lingkungan pertama anak dalam menembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Pendidikan pada anak usia dini, baik secara formal maupun informal, sangat menentukan bagaimana perkembangan anak selanjutnya. Banyak cara-cara kreatif yang dapat dilakukan orang tua dalam melatih anak membaca,menulis, atau melakukan sesuatu sesuai dengan tahapnya. Tuntutan yang besar dan ketat tidak akan membantu anak untuk berkembang secara optimal, melainkan menumbuhkan rasa bosan atau jenuh pada diri anak. Hal inilah yang perlu diwaspadai oleh semua orang tua.
Orang tua hendaknya memahami apa yang menjadi kelebihan dan kelemahan anak. Orang tua akan lebih mudah mengembangkan kelebihan anak daripada mengembangkan kelemahan anak. Namun, jangan menjadikan kelemahan ini sebagai “momok” dalam diri anak, karena hal ini dapat menurunkan harga diri anak. Jadikanlah kelemahan itu menjadi suatu motivasi dalam diri anak.


Sabtu, 26 Maret 2011

Mengatasi Kecemasan Pada Anak

Kecemasan dapat terjadi pada siapa saja, tidak memandang tempat dan usia,  termasuk pada anak-anak. Dalam kondisi ini, anak-anak belum dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri. Kondisi emosi mereka masih labil, jadi mereka membutuhkan orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan masalahnya. Orang dewasa lainnya itu adalah Orang Tua.
Kecemasan pada anak mungkin dapat terjadi karena akan menghadapi ujian, ulangan dapat nilai jelek, takut dimarahi orang tua, dimarahi guru, bertengkar dengan teman, dll. Berkaitan dengan hal itu, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua.
Beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mengatasi kecemasan anak, antara lain:
  1. Menjelaskan arti cemas pada anak.Perasaan cemas pada anak menyebabkan ketakutan tersendiri pada anak. Orang tua dapat menjelaskan arti cemas dengan versi anak-anak. Kita dapat memberikan pengertian bahwa kecemasan dapat terjadi pada siapa saja dan kecemasan itu dapat diatasi dengan ketenangan hati.
  2. Mendekati anak dengan ketenangan. Untuk mengurangi kecemasan pada anak, orang tua harus mendekati dengan ketenangan. Orang tua dapat menanyakan masalah apa yang sedang dihadapi.
  3. Memberikan sentuhan kepada anak. Sentuhan akan meberikan makna kenyamanan pada anak. Sehingga sedikit banyak kecemasan itu dapat berangsur-angsur berkurang.
  4. Menghindari suara keras atau bentakan. Apabila orang tua mengerti kecamasan pada anak, maka hindarilah suara keras atau bentakan. Karena secara tidak langsung, suara keras atau bentakan itu akan menyebabkan tingkat kecemasan yang semakin tinggi.
  5. Membantu anak mengatasi masalahnya. Membantu mengatasi masalah anak bukan berarti orang tua harus membantu secara total masalah yang dihadapi oleh sang buah hati. Namun dampingilah anak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Orang tua jangan terlalu over protektive, karena perilaku ini menjadikan anak kurang mandiri.
  6. Memberikan hiburan pada anak. Hiburan adalah salah satu cara yang dapat diberikan pada anak. Orang tua dapat mengajak jalan-jalan ke tempat rekreasi, tempat bermain, atau toko buku. Orang tua juga dapat memberikan pilihan hiburan yang diminta anak.

Minggu, 06 Maret 2011

Pendidikan anak usia dini

Memasuki ajaran baru, sekolah-sekolah (instansi pendidikan) sudah sibuk mempersiapkan programmnya untuk menarik pendaftar dari berbagai penjuru. Mulai dari tingkat pra-sekolah hingga tingkat perguruan tinggi. Tidak hanya instansi pendidikan yang disibukkan dengan penerimaan siswa baru, namun orang tua pun disibukkan dengan hal ini. Semua orang tua pasti berharap mendapatkan yang terbaik untuk putra-putrinya. Dari sinilah mereka disibukkan dari memilih sekolah, kualitas dan kuantitas, mutu pendidikan, serta output dari sekolah tersebut.
Bagaimana dengan pendidikan anak usia dini?
Saat ini, banyak sekali pilihan pendidikan untuk anak usia dini. Karena banyaknya pilihan, ada perasaan dilema pada diri orang tua. Biaya, fasilitas, sistem pembelajaran, menjadi pertimbangan orang tua untuk memilihkan yang terbaik buat buah hati.
Namun, orang tua tidak perlu cemas dalam hal ini. Banyak pula pertimbangan lain yang dapat dijadikan pedoman bagi orang tua. 
Pertama, kita harus paham apa yang dimaksud dengan pendidikan usia dini dan tujuan dari pendidikan tersebut.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal (Wikipedia bahasa Indonesia). Pendidikan anak usia dini menitikberatkan pada perkembangan fisik, sosial, dan emosional sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.Adapun tujuan dari pendidikan usia dini adalah menyiapkan anak secara optimal sesuai dengan perkembangannya, serta membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan akademik di sekolah.  
Kedua, harus paham kondisi masing-masing anak berdasarkan potensi yang dimiliki. Lima tahun pertama dalam perkembangan anak dikenal sebagai usia keemasan (golden age). Kita harus memanfaatkan usia keemasan ini untuk menciptakan perkembangan optimal pada anak. Namun, kita juga harus memahami bagaimana kondisi dan potensi yang dimiliki oleh anak. Pastinya, masing-masing anak memiliki potensi  dan kondisi yang berbeda. Disini kita tidak bisa terlalu memaksakan kehendak pada anak. Kaitannya dengan pendidikan anak usia dini, potensi dan kondisi anak dapat menjadi salah satu pertimbangan.
Ketiga,  tidak memaksa anak untuk belajar. Dalam pendidikan anak usia dini, anak-anak mulai diajarkan dasar-dasar cara belajar. Namun, anak-anak akan belajar tentang pondasi-pondasinya. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui,yaitu melalui  bermain. Tidak hanya sekedar bermain, namun bermain yang diarahkan. Dalam bermain ini akan diarahkan untuk cara bersosialisasi, memecahkan masalah, negosiasi, manajemen waktu, mengatasi konflik, serta belajar berkelompok. Jadi, dalam hal ini orang tua dan pendidik tidak memaksa anak untuk belajar.Orang tua dan pendidik juga tidak menghilangkan masa-masa atau tahap bermain anak.
Keempat, membuka peluang yang luas untuk anak berkreasi. Pendidikan anak usia dini yang efektif akan memberikan peluang yang luas bagi anak untuk berkreasi. Anak dapat mulai mengembangkan potensinya sejak dini. Orang tua tidak membatasi kreatifitas siswa. Begitu pula dengan lembaga pendidikannya, lembaga pendidikan akan menyediakan sentra-sentra dalam ruang bermainnya, sesuai dengan minat anak. Sehingga dalam belajar anak tidak merasa bosan, tertekan, dan dibatasi.